Keesokan harinya, OB itu mendatangiku sambil berujar bahwa dia sangat heran melihat pertama kalinya ada seorang guru yang memandangnya dengan senyuman, bahkan memberikannya segelas teh. "Seperti ada yang aneh," katanya.
Aku berkata dengan malu: "Aku ingin memuliakanmu karena kami adalah Muslim dan beginilah akhlak kami."
Dia berkata: "Aku bekerja disini sudah hampir dua tahun, namun tak pernah kudapati ada diantara kalian yang berbicara kepadaku walau sepatah kata pun!" Kemuadian ia kembali iberkata," Sebenarnya aku membawa Ijazah Magisterku di bidang Sains, namun karna aku sama sekali tidak memiliki apa-apa dan aku sangat memerlukan pekerjaan akhirnya aku rela menerima perkerjaan ini."
Tentu saya tidak serta merta percaya dengan apa yang ia katakan mengenai ijazahnya, makanya ku undang ia kerumah agar aku bisa mengetesnya. Aku memiliki seorang anak yang sudah kuliah yang kebetulan mengambil jurusan yang berkenna dengan Sains, maka ku suruh ia bertanya kepada OB itu -tentunya dengan berbahas ingris- dan hasilnya dia mampu menjawab pertanyaan putriku dengan sangat fasih dan benar.
Begitulah awal perkenalan kami...
Setiap hari jumat ia datang berkunjung kerumahku,lalu kemudian dia mengutarakan keinginannya untuk memeluk islam. Bhakan dia dapat meyakinkan 20 rekannya yang lain untuk ikut masuk islam. Apa sebabnya? Hanya sepotong senyum dan secangkir teh.
"Janganlah kamu memandang remeh apapun dari kebaikan, meski kamu hanya bertemu dengan saudaramu dengan wajah tersenyum."Begitulah ungkapan dari Baginda Muhammad shallahu alaihi wa sallam yang menganjurkan kita untuk selalu tersenyum kepada saudara kita. Sebuah kebaikan yang mungkin kita anggap enteng dan kita remehkan namun dampaknya sungguh luar biasa.
- Ketika langit suram tak berwarna, maka tersenyumlah kara wajah yang kecut hanya akan menambah gelapnya mendung.