Senin, 14 Maret 2016

Anti Teror atau Penebar teror?

   Kembali hati tersayat pilu melihat kelakuan dzalim anggota Densus 88, Detasemen anti teror yang agaknya malah menebar teror dikalangan ummat Islam tanah air.

    Sungguh miris melihat hasil kerja mereka yang tak ada bedanya dengan cara kerja preman. Tangkap, pukuli, siksa, lalu kalau sudah jadi mayat, korban yang dianggap tersangka,       -sekali lagi baru berstatus tersangka- dipulangkan oleh mereka tanpa rasa bersalah sedikit pun.  Atau kalau tidak, kesatuan yang dibawahi BNPT ini tak jarang didapati salah tangkap.

    Kematian terduga Siyono, warga Muhammadiyah yang ditangkap aparat Densus 88 pada Selasa (08/03/2016)lalu, dan dinyatakan tewas saat pemeriksaan pada Jum’at (11/03/2016) bisa kita jadikan contoh betapa arogan standar kerja Detasemen ini. Bertindak seenaknya, mengeksekusi tanpa ada keputusan, bahkan orang yang mereka juluki tersangka bisa saja ditembak ditempat tanpa diadili terlebih dahulu.

    Dikabarkan bahwa pihak Densus pun tak mengizinkan keluarga korban untuk melihat dan mengganti kain kafan korban. Namun setelah bersitegang, akhirnya keluarga korban dapat melihat sekaligus mengganti kain kafan Siyono. Akan tetapiterlihat luka lebam disekitar tubuh korban, bahkan salah satu jari kaki korban hampir terputus. Hasbunallahu wa ni'mal wakil.

      Adapun kesaksian dari Polisi, korban meninggal karena kelelahan saat berkelahi melawan petugas ketika dibawa di dalam mobil.

    Masuk akal kah?

     

    

Comments
2 Comments

2 komentar:

Rofikoh As-singkily mengatakan...

Miris nian ...
Yang berjenggot jilbab gede disangka teroris.
Pdhal di negeri muslim tersebar.
Patut dpertnyakan!

Nindyah Widyastuti mengatakan...

Negeri dengan muslim terbesar di dunia, tapi tindakan nya terhadap warga muslim sendiri sangat disayangkan. Duh Indonesia...